Beliruma – Selama ini kita sering dihadirkan oleh berita penipuan atas nama perumahan syariah. Banyak konsumen perumahan syariah tergiur janji-janji pengembang yang mengklaim tidak ada riba dalam proses kepemilikannya. Namun sebagian pengembang ternyata tidak mampu memenuhi janji-janjinya. Salah satu faktor adanya kesalahan perhitungan cashflow dalam proses pembangunan.

Apa sebetulnya hakikat dari perumahan syariah? Banyak di antara kita memaknai perumahan syariah hanya sebatas sistem pembiayaan saja, dengan menghindari riba. Perumahan syariah tidak hanya sebatas pada skema pembiayaan kepemilikan rumah, namun memiliki makna yang lebih luas. Perumahan syariah atau lebih tepatnya perumahan syar’i, yaitu perumahan yang dibangun dengan memenuhi kaidah-kaidah yang ditetapkan dalam kitab suci Al’Quran. Tentunya, pengertian yang selama ini kita pahami tidak ada yang salah bahwa perumahan syariah lebih pada cara mendapatkannya dengan tidak mengadakan proses jual beli yang menimbulkan riba.

Sebagaimana selama ini hanya dipahami dari sisi pembiayaan, dengan harapan menghindari riba. Perumahan syariah atau perumahan syar’i juga mengatur tentang objek yang diperjual-belikan. Objek tersebut harus sesuai dengan standar, sebagaimana difiankan dalam Al’Quran surat Al A’raaf ayat 85 ‘Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbanganya’.

Larangan bagi pengembang untuk mengurangi spesifikasi dan ketentuan teknis sebagaimana lazimnya desain rancang-bangun rumah dan perumahan. Ketentuan pemenuhan takaran dan timbangan dalam pembangunan perumahan adalah terpenuhi standar nasional sesuai dengan SNI. Bila objek perumahan harus sesuai dengan standar dengan tidak mengurangi takaran dan timbanganya, hal tersebut merupakan pendekatan perumahan syariah dari sisi output.

Perumahan syariah juga berorientasi pada pendekatan outcome, yakni rumah dan perumahan syariah harus menjadikan kualitas kehidupan keluarga menjadi lebih baik. Sebagaimana dianalogikan dalam Kitab Suci antara rumah (sarang) lebah dan rumah (sarang) laba-laba. Rumah dan perumahan syariah harus seperti rumah lebah, jangan seperti rumah laba-laba. Rumah lebah menghasilkan madu, yang di dalamnya ada obat untuk menyehatkan manusia. Lebah hinggap di bunga untuk mengambil mandu.

Pada saat hinggap di bunga, serbuk bunga menempel pada tubuh lebah. Ketika lebah tersebut hinggap pada bunga lainnya, maka terjadilah penyerbukan. Dengan terjadinya penyerbukan yang dibantu oleh lebah, maka lebah telah membantu kehidupan baru, memberikan harapan tumbuh dan berkembangnya kehidupan baru.

Berbeda dengan rumah laba-laba. Ketika membangun rumah, laba-laba merancang rumah untuk memerangkap mangsa, dan mangsa yang terperangkap akan mati dalam sarang laba-laba. Laba-laba akan melahap bangkai yang mati akibat terperangkap dalam sarang laba-laba. Rumah laba-laba membawa kematian bagi mahluk yang datang.

Sarang laba-laba meniadakan kehidupan, berbeda dengan rumah lebah yang membangun kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan mengetahui bahwa kekuatan sarang laba-laba memiliki kekuatan 4,5 Gpa. Lebih kuat dari serat kevlar yang hanya 3 – 3,5 Gpa. Saking kuatnya serat kevlar, maka serat kevlar banyak digunakan untuk rompi, help, kendaraan antipeluru.

Meski sarang laba-laba yang lebih kuat dari serat kevlar, namun oleh kitab suci Al’Quran Al ‘Ankabuut 41 menyatakan ‘dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui’. Artinya pada konteks ini perumahan syariah berorientasi juga pada outcome, perumahan syariah harus memberikan kehidupan dan penghidupan bagi keluarga dan mahluk lainnya sebagaimana rumah lebah. Perumahan syariah tidak boleh menghilangkan kehidupan sebagaimana sarang laba-laba meskipun secara fisik lebih kuat sebagaimana kuatnya serat kevlar, dilansir dari Kompas.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *